Model itu identik dengan cantik. Karena memang model-model itu biasanya cantik-cantik. Kalo nggak cantik, nggak bisa jadi model. Dan model-model cantik itu pasti akan jadi pembicaraan paling hot di kalangan wanita-wanita ordinary yang pada akhirnya pasti akan sirik (hahahaha).
Ketika Miranda mengetahui bahwa Nick, pria yang sedang dikencaninya, ternyata dulunya sering ngedate sama model-model, paniklah dia. Apalagi setelah mengetahui bahwa Nick diultimatum sama keluarganya untuk nggak lagi lagi bawa pacar model ke rumah karena mereka berpikir kalo model itu nggak asik buat diajak ngobrol. Maka Miranda berpikir bahwa dia cuma jadi ‘intelectual bread’ selingannya Nick. Oh.
Apalagi, Nick ini bukan hanya pernah mengencani model. Tapi dia selalu sama model. Pria macem ini nih, kalo menurut SATC, namanya modelizers.
Pernahkah kalian berpikir sama seperti Miranda? I did. Suatu ketika, saya sedang dekat dengan seorang pria tampan yang naga-naganya bakal jadi pacar saya. Dalam masa PDKT itulah saya banyak-banyak mencari tau tentang dia lewat media sosial, karena saya takut ada hal yang terlewatkan atau disembunyikan. Maklum, masa-masa PDKT itu sama aja kaya masa-masa pencitraan. Dari situlah saya tau kalau dia punya mantan seorang model kece nan cantik banget. Walaupun hanya model tingkat lokal, tapi saya mengakui kalau dia cantik, fashionable dan oke punya. Cantiknya itu, bener-bener ala-ala model asli, putih, tinggi, langsing, rambut hitam panjang belah tengah, pake behel, dan keliatan banget kalo baju-bajunya branded. Sungguh sempurna.
Mendadak saya keder. Setiap kali saya inget kalo si doi punya mantan model, rasanya seperti diri saya ini meaningless. Saya takut jangan-jangan dia deketin saya karena dia sekarang rabun atau hopeless ditinggalin si model. Saya takut jangan-jangan saya bakal cuma dijadiin pelarian sampai si model ngajak dia balikan lagi.
Mendadak wajah cantik si model itu membayangi romantisnya masa-masa PDKT, kapanpun dan dimanapun. Walaupun si model itu mantannya, masa lalunya, bagi saya tetep si model itu saingan saya. Saingan itu maksudnya, saya berusaha lebih oke dari si model. Supaya terlihat kalau selera si doi itu nggak menurun. Jadi, tetep aja saya merasa harus diperbandingkan dengan si model itu.
Dan diperbandingkan (lebih tepatnya membanding-bandingkan diri sendiri) dengan model itu membuat diri sendiri merasa nothing (*hanya berlaku untuk cewek biasa dengan kecantikan rata-rata). Mendadak saya merasa kurang langsing. Tiba-tiba jerawat yang tadinya invisible, jadi kelihatan segede kacang polong. Kulit kuning saya mendadak terlihat seperti tahu bacem. Pokoknya model itu diciptakan untuk membuat gadis-gadis biasa merasa tersaingi dan tidak cantik. Betul?
Model seolah-olah sudah menjadi parameter alias standar kecantikan bagi setiap wanita. Pokoknya, namanya cantik itu ya kaya model, tinggi-putih-langsing.
Standards of beauty. Istilah ini sebetulnya cukup melukai harga diri wanita. Emangnya wanita apaan, kok dikasih standar segala? Apakah kita ini benda yang bisa diukur? Nah. Apalagi, kalo ngomongin standar yang putih-tinggi-langsing itu tadi kan nyaris semuanya given alias bawaan lahir. Bisa sih kita mengusahakan diri kita jadi putih, tapi ya kalo udah terlahir item gimana? Bukan berarti nggak cantik kan?
Bicara soal beauty, bisa dikatakan bahwa dalam issue ini, issue tentang model ini, beauty menjadi sebuah ‘kekuatan’ tersendiri bagi kaum wanita. Kekuatan yang dimaksud itu bisa macem-macem. Bisa jadi merupakan kekuatan untuk merasa lebih unggul dari wanita yang lainnya atau kekuatan untuk terlihat lebih ‘visible’ di mata lawan jenis. Bisa jadi kecantikan juga membawa ‘kekuatan’ bagi karier seseorang. Atau sebagai contoh kecil, kecantikan bisa membuat seseorang lebih dihargai dan diterima dalam kelas sosial tertentu.
Bodoh, nggak smart atau bahkan nggak punya otak menjadi sangkalan dari predikat cantik. Orang yang cantik, sering dikatakan bodoh, nggak intelek dan lain sebagainya. Kenapa? Ya itu tadi, karena kebanyakan orang cantik nggak perlu susah-susah bekerja keras menggunakan akal mereka untuk mendapatkan apa yang mereka mau. Hanya bermodalkan wajah rupawan, segalanya jadi beres. Sedikit banyak, saya setuju sih, toh contohnya banyak, apalagi artis-artis jaman sekarang. Walaupun mereka menyangkal, terbukti dengan trend berkomentar di infotainment behwa cantik itu smart, tetep aja mereka kalah dengan stigma yang terlanjur mendarah daging di masyarakat kita.
Apakah cantik itu segalanya? NO WAY. Lagi-lagi Mr. Big nongol di akhir cerita. Ceritanya, Carrie bertemu dengan Big di sebuah acara fashion show. Saat itu Carrie sedang sendrian, ditinggalkan oleh Samantha yang mengincar calon teman kencannya yang seorang modelizers. Tiba-tiba Big muncul dengan menggandeng teman kencannya, seorang model bernama Misha. Keesokan harinya, ketika Big menemui Carrie di kedai kopi, Carrie menanyakan kepada Big apa rasanya mengencani seorang model. Jawabannya?
See? :)
No comments:
Post a Comment