Wednesday, January 8, 2014

SATC Season 1 Episode 1 : Sex and the City

Episode pertama di season pertama ini diberi judul sama dengan serial TVnya, Sex and the City. Episode ini seperti memperkenalkan pada kita karakter-karakter yang terlibat dan yang paling penting, konsep dunia percintaan ala-ala New York dan kaitan antara Sex dan City (kota). FYI, serial ini berlatarkan akhir 90’an di New York.

Hubungan percintaan dalam serial ini digambarkan sebagai sesuatu yang ‘uninnocence’ yang artinya bukan sesuatu yang ‘tanpa dosa’ atau pure. Bukan selayaknya konsep kenal-pacaran-menikah, tapi lebih kepada sesuatu yang sifatnya tidak pasti. Sesuatu yang bebas dan tidak terikat. Sesuatu yang ‘just for fun’. Memang ada, dan banyak, pasangan-pasangan yang menikah. Tapi saya rasa, di serial ini akan banyak lebih diekspos orang-orang yang mengalami ‘uninnocencerelationship itu tadi.

Di perkenalan awal serial ini, saya rasa sudah ada satu pesan tersirat yang disampaikan Carrie Bradshaw, tokoh utama yang memiliki sebuah kolom mingguan di koran, yang berjudul Sex and the City. Intinya, protect yourself dan jangan terlalu libatkan perasaan dalam sebuah hubungan. Apa saja bisa terjadi dalam sebuah hubungan tersebut, termasuk kemungkinan untuk tidak berjalan kemanapun.

Ada satu frasa yang terngiang-ngiang di kepala saya setelah menonton episode ini, yaitu ‘having sex like a man’ atau bisa diterjemahkan ‘(perempuan yang) berhubungan seks seperti laki-laki’.

Bukan berarti ada seorang perempuan yang lesbian, berganti kelamin atau kata Charlotte ‘... with a dildo’, tetapi seorang perempuan yang memiliki kekuasaan, kepuasan dan posisi yang sama dengan laki-laki ketika, dalam hal ini, having sex.

Hal ini diutarakan Samantha, ketika merayakan ulang tahun Miranda di sebuah bar. 


Perkataan Samantha pada dialog di atas menyiratkan bahwa selama ini pria menjadikan wanita sebagai objek seksual mereka instead of partner seksual. Maka, bagi Samantha, ‘having sex like a man’ berarti memperlakukan partner seks kita sebagai objek kepuasan semata. Is that true?

Carrie kemudian bertemu dengan Kurt Harrington, pria yang pernah menjadi kekasihnya selama 3 kali, dan 3 kali pula kisah cinta mereka berakhir dengan menyakitkan. Di mata Carrie, Kurt adalah sosok yang egois dan tak berperasaan. Singkat cerita, in the name of reserach, Carrie membuat janji untuk menemui Kurt di apartemennya, walaupun sahabat Carrie, Stanford Blatch sudah melarangnya.

Akhirnya, Carrie dan Kurt bertemu di apartemen Kurt dan, as you’ve guessed, they had sex. Tetapi, Carrie hanya menjadikan Kurt sebagai ‘pemuas’nya semata. Ketika Kurt menagih ‘giliran’nya, Carrie segera berpakaian dan meninggalkan Kurt dengan dalih “I should get back to work,”

Carrie merasa berhasil menjalankan misinya untuk tahu seperti apa rasanya ‘having sex like a man’. Dan ternyata rasanya...



Ternyata, bukan hanya kepuasan saja yang didapatkan oleh Carrie, melainkan juga kekuasaan. Dalam hal ini mungkin kekuasaan untuk memperlakukan Kurt sebagai objek seksualnya, in general. Atau mungkin kekuasaan yang didapatkannya setelah ‘membalas dendam pada Kurt yang berkali-kali menyakitinya, kalau kita melihat ini sebagai masalah pribadi.

Issue yang diangkat, dalam hal ini ‘having sex like a man’ atau presepsi para wanita mengenai predikat dan stereotype seorang pria dalam berhubungan seks sesungguhnya merupakan cap buruk bagi para pria. Tetapi, hal itu nyata-nyatanya memang ada. Entah sesungguhnya memang ada, atau hanya ada di pikiran para wanita. Yang jelas, menurut common sense yang ada, atau at least dalam episode ini, pria having sex hanya demi kepuasan sesaat semata dan tanpa adanya komitmen dengan partner seksualnya. Jangankan komitmen, perasaan ataupun kesadaran untuk memperlakukan wanita sebagai subjek instead of objek saja tidak ada.

Apakah 2 kalimat tersebut terlalu judgemental? Apakah semua pria sejahat itu?

Malamnya, Carrie, Samantha dan Miranda menghadiri pembukaan sebuah klub malam bernama Chaos, sementara Charlotte having a date bersama Capote Duncan. Di klub tersebut, secara tidak sengaja Carrie bertemu dengan Kurt. Alih-alih complain, Kurt malah memuji Carrie dengan berkata bahwa ia senang bahwa Carrie sekarang mengerti apa yang ia inginkan, yaitu having sex without commitment.




Carrie jelas merasa aneh dengan perkataan Kurt. Carrie berpikir apakah semua pria di dunia ini seperti Kurt, mendambakan sebuah kehidupan promisuitas tanpa adanya tanggung jawab, komitmen atau ikatan?



Dugaan Carrie terpatahkan ketika bertemu dengan seorang pria tampan (dan seksi) bernama Mr. Big (namanya memang disamarkan dan di akhir season 6 baru akan dimunculkan). Carrie pertamakali bertemu Mr. Big ketika keluar dari apartemen Kurt dan Big membantunya mengambil barang-barang Carrie yang tidak sengaja terjatuh. Lalu keduanya bertemu lagi di Chaos dan Big menawari Carrie tumpangan untuk pulang.

Ketika Carrie menceritakan research untuk tulisannya yang bercerita tentang ‘having sex like a man’, Big menyangkalnya. Bagi Big, dia bukanlah tipe seperti itu karena menurutnya, orang yang mempercayai bahwa having sex tanpa perasaan adalah sesuatu yang menyenangkan apalagi memberikan kepuasan adalah orang yang tidak pernah jatuh cinta. Nah!



Saya suka cara serial ini menguak issuehaving sex like a man’. Dalam cerita ini, tidak hanya dimunculkan pria brengsek seperti Kurt, tetapi juga a kind of sweet guy seperti Mr. Big. Ingat saat Big digoda Samantha untuk ‘mencoba’ private room di Chaos? Caranya menolak sungguh classy dan mencerminkan bahwa ia adalah sungguh-sungguh pria baik-baik. Selain itu, ‘having sex like a man’ bukan lagi menjadi milik kaum pria, tetapi kaum wanita juga. Samantha dan Miranda, dua wanita yang tidak lagi percaya romance dan berkata “Let’s not even go there” pada sebuah komitmen. Walapun ada kata ‘man’ dalam frasa ‘having sex like a man’, bukan berarti wanita tidak terlibat sama sekali. Itu berarti, frasa tersebut bukan untuk menyerang pria, tetapi untuk menggambarkan sebuah fenomena secara tepat sesuai dengan stereotypenya.


Ada bagian yang secara personal saya suka, yaitu,


Ketika Big menanyai pekerjaan Carrie sesungguhnya, Carrie menjawab bahwa ia adalah seorang ‘sexual anthropologist’. Saya sebagai mahasiswi antroplogi merasa sangat tersanjung, tokoh fiksi yang paling saya kagumi, seorang Carrie Bradshaw ternyata adalah (atau lebih tepatnya menganggap dirinya) antropolog. Great! Berarti saya juga bisa seperti Carrie, hahahaha.


But, saya akui itu benar. Dalam serial ini, di episode-episode selanjutnya kita akan menemukan Carrie berkutat dengan eksplorasinya mengenai fenomena-fenomena yang berkaitan dengan cinta, relationship dan perempuan. Seperti halnya antropolog, Carrie tidak hanya menganggap hal-hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa, tetapi sebagai sesuatu yang bisa dikupas tuntas dalam ‘penelitian’ dan ‘karya ilmiah’nya yang dalam hal ini kolom Sex and the Citynya. Gara-gara Carrie, saya bangga jadi mahasiswi antropologi, hahaha :D

No comments:

Post a Comment