Hell no!
Siapa sinih yang suka bilang kalau orang yang doyan belanja itu punya banyak uang? Mau saya kelitikin pakai silet nih.
Ya jelas uangnya sedikit lah, lha kan uangnya sudah menjelma jadi barang-barang yang dibeli... Hehehe.
Enggak sih, bukan itu maksud saya. Orang yang doyan belanja macem menantu pejabat, atau artis papan atas, atau yang sekali dibooking short time 80 Juta itu ya pasti banyak duitnya. Nggak diragukan lagi lah berapa banyak pundi-pundi uang yang mereka tukar ke setiap butik dengan baju rancangan designer ternama.
Tapi ada juga lho, yang doyan belanja tapi budgetnya minim. Contohnya? Ya saya ini. #nggakusahjauhjauh
Saya doyan banget belanja. Banget. Tapi doyan di sini bukan dalam arti dikit-dikit ke butik atau beli tas Hermes atau jajan berlian atau inden mobil sport ya. Saya doyan belanja dalam arti saya menikmati setiap proses belanja yang saya lakukan. Dan percayalah, menikmati seluruh proses belanja yang dilakukan itu nggak makan banyak uang.
Karena saya nggak berlimpah harta, maka saya harus puter-puter otak kalau pengen beli sesuatu. Puter otak yang gimana?
- Cari barang bagus dengan harga murah.
- Kalau bisa beli yang nggak bermerk, beli yang nggak bermerk yang penting awet. Atau beli yang nggak awet tapi murah banget kemudian diperbaiki sendiri.
- Cari barang bermerk, atau nggak juga nggak papa, yang diskon!
Cari barang bagus dengan harga murah - Ini sih nggak terlalu susah. Belanja make up misalnya. Produk lokal dengan kualitas bagus juga banyak kok, dibanding dengan make up impor yang kalau dollar naik sedikit aja harganya langsung naik gila-gilaan. Yang terpenting kita harus pintar-pintar cari review make up lokal lewat Blog atau Youtube biar kita tau kualitasnya. Kalau doyan belanja baju atau apapun online, coba cari yang satu kota dan bisa COD (Cash on Delivery), kan lumayan ngirit ongkir. Kalau bisa, belanja langsung di suppliernya, jangan di resellernya. Kan lumayan, barangnya sama, harganya jauh lebih murah. Jadi kalau nemu barang bagus di IG misalnya, saya pasti langsung nyari barang setipe, dengan hashtag yang sama biasanya, yang harganya paling murah dan terpercaya. Biasanya, si supplier ini malah lebih ngetop daripada resellernya. Kalau suka belanja langsung, carilah kawasan yang terkenal menjual barang tertentu. Misal, mau beli kain ya Jalan Solo, mau beli aksesoris ya Jalan Malioboro. Biasanya akan ada banyak toko atau pedagang di sana dan otomatis harganya juga pasti bersaing.
Kalau bisa beli yang nggak bermerk, beli yang nggak bermerk yang penting
awet. Atau beli yang nggak awet tapi murah banget kemudian diperbaiki
sendiri - Ini sering banget saya lakukan kalau lagi belanja tas atau sepatu. Tas dan sepatu, saya cuma punya masing-masing 1 atau 2 yang bermerk. Gunanya, sebagai 'investasi' kalau sewaktu-waktu menghadiri acara penting dan harus berpenampilan pantas. Sisanya? kalau cuma buat kuliah sama jalan-jalan aja sih saya biasa cari yang murah, yang penting nyaman buat saya. Tas nyaman, ya kalau buat saya sih yang penting warnanya kalem dan muat banyak barang. Sepatu atau sendal yang nyaman itu selain warnanya kalau saya sih cuma persoalan enak dipakai jalan atau enggak. Pernah ada sendal yang muraaaahh banget. Modelnya suka, warnanya oke, dipakai jalan agak ganjel dikit dan kelihatannya nggak awet. Dibeli nggak? Beli dong. Tapi setelahnya saya bawa ke tukang reparasi sepatu. Nambah ongkos 15 ribu sih, tapi jadi awet banget dan nyaman banget dipakai. Yang penting, kalau dibandingin sama sendal di mall, selisihnya lebih dari 15 ribu. Jauh.
Cari barang bermerk, atau nggak juga nggak papa, yang diskon! - Kalau nge-list riwayat dan daftar barang yang saya beli waktu diskon, 1 halaman folio yang buat ujian itu kayanya nggak akan muat. Saya pernah dapet selimut bulu 35 ribu aja, blus The Executive 50 ribu aja, jam dinding kece 8 ribu aja, ransel gede lucu 70 ribu aja, dll. Kuncinya? Rajinlah cari diskon. Selimut bulu murah itu saya dapat karena saya nelusur jalan Solo dengan berjalan kaki dan nemu toko nyempil yang jual selimut murah banget, kalau naik motor pasti nggak akan nemu. Blus The Executive itu saya nemu karena saya memberanikan diri nanya ke mbak SPG nya walau saya pertamanya keder karena The Executive itu biasanya mahal. Jam dinding itu sisa ekspor nggak laku, padahal udah saya pakai setahunan ini dan awet punya. Ransel itu saya dapet karena saya follow situs belanja yang terkenal sering ngasih diskon di media sosial. Jadi intinya, kalau mau dapet info soal diskon-diskon, janganlah malas mencari. Apalagi sekarang media sosial makin booming. Manfaatkanlah. Kalau misalnya nemu barang diskon dan diskonnya memang hanya pada saat itu, saya nggak pernah bilang "Ah lagi nggak butuh, nggak usah beli deh..." Biasanya kalau saya bisa beli, ya saya beli aja. Bukannya boros. Tapi itu investasi, biar nanti kalau saya pas butuh, barangnya sudah ada dan nggak usah rempong nyari kesana-kemari, dan biasanya kalau lagi butuh kemudian baru nyari, kecenderungannya adalah berapapun harganya akan dibeli. Malah makin boros kan? Jadi saya ini termasuk kaum yang percaya pada pernyataan "Mumpung diskon". Selain diskon-diskon dadakan yang saya ceritakan tadi, catatlah jadwal diskon tertentu yang selalu ada di saat-saat tertentu. Misalnya, swalayan Mirota Kampus tiap Jumat ada diskon make up 25%, Gramedia tiap awal atau akhir tahun biasanya ada cuci gudang, dll. Kalau ada merchant atau toko yang sering saya kunjungi tiba-tiba menawarkan pembuatan kartu member yang berbuah promo diskon atau menghasilkan poin yang menguntungkan, biasanya saya sih bikin juga.
Apakah ada yang merasa belanja itu ribet setelah baca cerita barusan? Buat saya sih enggak, karena saya merasakan kepuasan batin membeli sesuatu dengan harga terbaik yang bisa saya dapatkan, walau dengan ribet dan susah payah dan kadang capek juga sih. Tapi kalau kamu bisa menikmati semua proses belanja itu dan merasakan kepuasan batin setelahnya, selamat! Kamu layak mendapatkan predikat sebagai si doyan belanja :)
deapurie
No comments:
Post a Comment