Monday, November 21, 2016

Air Matamu



Tidak ada yang lebih sulit daripada menerjemahkan air matamu.

Air mata yang menggenang dipelupuk matamu, yang seolah berusaha kau tahan agar tidak jatuh. Air mata yang jika bisa, pasti akan kamu kembalikan lagi ke tempatnya berasal.

Bibir bisa berdusta, tapi tidak dengan mata. Begitu katanya. Menatapi matamu yang memerah kemudian berarir, aku tau yang kaubicarakan itu cuma dusta.

Katamu kamu tak apa-apa. Katamu kamu bahkan tak mau peduli. Tapi kilat air matamu seolah menjadi bayangan dari apa yang kamu pikirkan tapi tak terkatakan.

Air matamu masih ingat untuk menahan dirinya. Tapi air mataku hilang kendali. Air mataku tak pernah memikirkan kejatuhan harga diri pemiliknya jika ia menetes. Air mataku terjun bebas, seolah tak lagi punya daya untuk menggantung di pelupuk mataku.

Sama seperti pemiliknya yang tak punya daya untuk meninggalkanmu.

Air matamu itulah yang kuingat. Karena dialah yang kutatap dalam-dalam di saat-saat terakhir itu. Aku tak bisa menatap yang lain. Karena tanganmu menutupi bagian wajahmu yang lain, seolah menyembunyikan kejujurannya dariku.

Kamu tak hanya menahan air matamu untuk tidak jatuh.

Kamu juga menutupi bibirmu, menahannya agar tak mengucapkan kata-kata terakhirnya.

Jika boleh aku bayangkan, ada tanganmu yang lain, mengacak rambutmu seolah frustrasi.

Aku ingat, suatu ketika kamu tertawa, dan aku ikut tertawa. Kukatakan bahwa tawamu menular dan membuatku ikut bahagia. Sekarang, aku menatapi matamu yang berair. Dalam hatiku aku bertanya, apakah kamu sedang merasakan hal yang sama? Apakah hatimu sedang berucap bahwa air mataku menularimu? Kegamangan batinku menjalarimu?

Memutuskan untuk meninggalkanmu, jangan kamu artikan sebagai keinginanku untuk melepasmu. Anggaplah ini sebagai kekalahanku terhadap kenyataan. Kenyataan bahwa aku tak lagi tangguh melawan apapun yang sesungguhnya bisa saja kulawan.

Memutuskan untuk melepaskanmu, sesungguhnya aku sedang berjuang untuk kembali mendapatkan kesadaranku. Kesadaranku yang selama ini menghilang dibuai angan-angan. Angan-angan yang tak kunjung memberikan petunjuk kemana ia akan menuntun kita. Tanpa melepaskanmu, aku tak akan lagi bisa mendapatkan kesadaranku.

No comments:

Post a Comment