Sepanjang kejadian wabah Corona ini, kepala saya kalau nggak pusing, ya pening. Kalau kepala saya pas nggak kenapa-kenapa, hati saya yang senut-senut. Entah membaca berita yang semakin membuat khawatir, atau mendengar keluhan teman yang sayangnya malah saya timpali dengan keluhan yang lain. Belum lagi kalau ingat ritme hidup beberapa bulan sebelum ini yang sangat jauh dari pingitan yang mau nggak mau harus kita lalui sekarang.
Namun ada satu hal yang setidaknya, akhirnya, membuat hati saya hangat.
Beberapa saat setelah saya melihat gambar-gambar tersebut, mata saya ikut menghangat.
*seluruh gambar di atas saya ambil dan saya capture melalui Twitter @JogjaUpdate
*seluruh gambar di atas saya ambil dan saya capture melalui Twitter @JogjaUpdate
***
Harus kita akui bahwa industri pariwisata adalah industri yang paling luluh lantak dihajar wabah Corona. Sejak awal Maret, geliatnya sudah mulai sepi. Industri perhotelan berusaha bertahan sekuat tenaga dengan minimnya perputaran tamu yang datang akibat larangan berpergian dan kebijakan social atau physical distancing, serta gerakan #dirumahaja yang kita amini sebagai upaya berujung kebaikan bersama. Beberapa hotel bahkan memutuskan untuk (yang saya yakin dengan berat hati) merumahkan beberapa pegawainya dan meminimalisir jam operasional demi mengencangkan ikat pinggang akibat minimnya revenue yang didapat.
Walaupun saya tidak bekerja di bidang perhotelan, dan saya juga bukan hotelier, entah mengapa kali ini saya seperti ikut larut dalam kekalutan.
Sahabat terdekat saya adalah mantan hotelier, yang telah bergelut di bidangnya selama hampir 10 tahun. Darinya saya mendapat banyak cerita, salah satunya, betapa rekannya yang memiliki istri hamil tua, terpaksa menelan pil pahit PHK massal. Seorang teman, yang saya kenal dari sahabat saya juga pun, mengeluhkan kekhawatirannya terhadap lesunya kondisi. Pun teman-teman semasa saya kuliah dulu, yang kini menjadi hotelier, juga kerap bercerita mengenai perjuangan mereka.
Beberapa bulan belakangan, pekerjaan saya sedikit banyak juga berkaitan dengan dunia perhotelan. Salah satu tugas saya di kantor adalah mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan program kerja sama dengan hotel. Sehingga, saya menyimpan beberapa kontak marketing maupun HR manager beberapa hotel di Jogja. Hampir setiap hari pula saya melihat update status di aplikasi WhatsApp, yang menunjukkan perjuangan mereka, supaya hotel tetap beroperasi, supaya hotel tetap bernafas. Mulai dari program promo hingga delivery order makanan. Apapun dilakukan demi bisa tetap bertahan.
***
Saya yakin ketika ada wisatawan asing yang menyatakan bahwa orang-orang di Jogja ramah-ramah, senyum para hotelier ada di dalam referensi mereka.
Hingga kali ini, dalam kondisi sesulit apapun, para hotelier tetap menyebarkan cinta. Mereka tahu bahwa saat ini mungkin tidak banyak tamu yang bisa mereka sapa dengan senyum, tetapi mereka tahu bahwasanya sebuah cahaya bisa berpendar hingga jauh.
Para hotelier yang masih berjibaku menjaga agar hotel tetap beroperasi, mungkin tidak bisa menikmati nikmatnya #dirumahaja seperti kebanyakan orang. Namun mereka telah menjadikan hotel sebagai rumah mereka, yang mereka diami dalam keadaan apapun. Kenikmatan rebahan alias leyeh-leyeh mereka abaikan, demi industri yang terus berjalan.
Mungkin popularitas hotelier ada di dalam sebuah pusaran yang nyaris terabaikan dalam wabah Corona ini. Mereka kalah gaungnya dengan tenaga medis yang memperoleh banyak simpati dari masyarakat. Kalah suara dibandingkan driver ojek online yang menuai empati banyak pihak. Namun hal itu tidak menyurutkan langkah mereka untuk menyebarkan cinta. Cinta yang mungkin bukan sebuah vaksin atau uang untuk menyambung hidup, tetapi sebuah ketentraman yang saat ini justru dibutuhkan oleh banyak orang.
Perjuangan hotelier mungkin bukan tangkisan langsung untuk sebuah wabah. Namun perjuangan mereka adalah bukti nyata bahwa mereka tetap ada. Mereka tetap berjuang demi kondisi yang nantinya akan tetap ada setelah wabah ini berlalu. Mereka tetap berjuang demi industri pariwisata yang menjadi nafas Jogja. Sesuatu yang mereka upayakan untuk bangkit seperti sedia kala. Cahaya yang mereka pendarkan, adalah cikal bakal nafas yang nantinya akan berhembus kembali.
***
Dear all hoteliers, terima kasih sudah menebarkan cinta di tengah buramnya kepenatan akhir-akhir ini. Foto-foto yang kalian post di media sosial bukan sekedar foto, namun sebuah keyakinan bahwa kelak semua akan baik-baik saja. Gerakan kalian adalah bukti bahwa masih ada hal yang menentramkan hati dibanding berita-berita buruk yang tidak hentinya berhembus. Di tengah kesulitan yang kalian rasakan, kalian masih berpikir untuk menebarkan cinta bagi orang lain. Terima kasih untuk tetap memendarkan cinta walaupun muram durja sejatinya juga suatu pilihan.
This too shall pass...
No comments:
Post a Comment