Membuka lembaran baru di tahun ini, nyaris tepat setahun yang lalu, aku tidak pernah berpikir akan jadi milik siapa tahun ini.
Setiap tahun yang aku jalani, selalu ada pemiliknya, dan aku tahu itu bukan aku.
Karena satu tahun akan jadi terlalu panjang untuk dimiliki sendiri.
Bahkan, masih lebih baik dibagi dengan yang paling menyakiti pun, daripada dinikmati utuh.
Di hari terakhir tahun ini, ijinkan aku untuk memutuskan, bahwa tahun ini milikmu.
Aku tidak bisa memberikan apapun untuk kamu miliki, selain hari-hari dalam setahunku.
Yang mungkin tidak akan kamu pahami, betapa setahunku tidak akan pernah utuh tanpa kamu.
Dengan kamu aku merasa utuh dalam merasakan segalanya.
Aku diijinkan menjadi yang terbahagia dengan kamu.
Aku diterjunkan dalam kesakitan terpedih karena kamu.
Sorot mata berpendarmu, juga air matamu, bergantian untuk aku terima.
Ada hari-hari aku menikmati kebersamaan terindah dengan kamu.
Ada hari-hari aku menyusuri kegamangan menantimu sendirian.
Ada pula saat aku berjuang meninggalkan kamu.
Yang hampir pasti berakhir dengan kembali membagi hari bersamamu.
Yang saking bahagianya seolah diburu waktu, waktu yang tidak pernah terasa cukup.
Hingga seolah belum cukup lama, kemudian kegamangan datang lagi.
Tidak apa-apa, karena hidup memang tak mengijinkan siapapun untuk berlari jauh.
Kehidupan justru menjaganya di lingkaran yang sama, agar tak perlu jauh kembali pula.
Tanpa adanya kamu, banyak hal tidak akan kumengerti.
Bahwa bahagia itu kadang diilusikan.
Bahwa sedih itu kadang upaya dikuatkan.
Pengkhianatan itu penuh riuh rendah kejutan.
Sedangkan kesetiaan itu seolah memenjarakan.
Kejujuran itu agung dan baik tapi kadang menjauhkan.
Sedang dusta nestapa jelas salah tapi mengikatkan.
Kepastian kelak akan terasa menjemukan.
Tak pasti, justu akan mengikhlaskan.
Dengan kamu bukan berarti aku tak lagi sendiri.
Tetapi sendiri juga tak lalu berarti bahwa kamu pergi.
Hariku dengamu membuatku utuh.
Walau aku tidak pernah memilikimu penuh.
Hariku tanpamu membuatku sepi.
Walau kamu juga tidak pernah jauh menepi.
Tahun ini milikmu.
Selamat tahun baru, kamu.
Saturday, December 31, 2016
Friday, December 23, 2016
"Kok mau sih jadi orang ketiga?": Sedikit Sudut Pandang Lain
Persoalan relationship tentang orang ketiga itu pelik dan rumit ya...
Hubungan yang idealnya dijalani dengan kisah kasih antara dua orang yang saling mencintai, seringkali dengan berbagai penyebab dan alasan, dibumbui dengan kehadiran orang ketiga.
Dan memang, yang paling sering dijumpai adalah perempuan yang menjalin hubungan dengan suami atau kekasih perempuan lain.
Bahkan, salah seorang dosen saya di jurusan Antropologi, pernah berkomentar: "Ya kalau ada bapak-bapak, menjalin hubungan sama mahasiswi kan wajar. Tapi kalau ibu-ibu sama mahasiswa, ya nggak wajar."
Jeder. Jadi ya sudahlah, kita bahas yang orang ketiganya perempuan saja.
Nah, yang sering terjadi adalah orang-orang di luar sana alias pemerhati jalannya drama kisah cinta yang makin renyah karena hadirnya perempuan atau orang ketiga ini biasanya berkomentar:
"Mau-maunya ya jadi selingkuhan?"
"Kok dia mau sih jadi simpenan?"
"Tega ya, dia ga mikirin perasaan yang lain apa?"
"Kayak nggak ada cowok lain aja ngembat suami orang!"
Apapun alasannya, memang namanya jadi orang ketiga itu nggak ada pembenarannya sama sekali. Intinya ya, salah. Walaupun mungkin awalnya tidak berniat seperti itu, atau terbawa suasana, atau memang berusaha 'menemani' yang sedang kalut karena persoalan rumah tangga atau hubungan apapun itu, ya tetap saja salah. Tetap saja menyakiti yang lain, sengaja maupun tidak. Tahu maupun tidak.
Karena, apapun persoalannya, perselingkuhan bukan jawaban, bukan solusi. Jangankan menjawab. Meringankan masalah pun tidak, justru menambah berat persoalan.
Terlepas dari itu semua, terlepas dari fakta bahwa apapun alasannya perselingkuhan itu hal yang salah, tetap saja ya, ada alasannya. Ada penyebabnya. Ada yang dicari. Ada yang dirasakan. Bukan bermaksud membenarkan, cuma ya, memang ada alasannya sih.
1. Laki-laki yang sudah menikah, punya sisi menarik tersendiri.
Bahkan, ada yang bilang, laki-laki yang sudah menikah itu lebih menarik daripada yang masih lajang. Tetapi, karena menarik itu relatif dan sesuai selera, jadi ya lebih tepat dikatakan punya sisi menarik tersendiri. Secara finansial, pasti lebih mapan. Secara gaya dan pembawaan, pasti lebih dewasa. Lebih ramah, lebih percaya diri, lebih simpatik. Bahkan ada yang bilang lebih menggoda. Ada yang bilang bahkan, daya tarik laki-laki yang sudah menikah ini semacam oase untuk yang bosan dengan kemainstreaman laki-laki lajang.
2. Laki-laki yang sudah menikah, sangat tahu cara mengambil hati perempuan.
Apapun motivasinya, entah tulus atau ada maunya, yakin deh, laki-laki yang sudah menikah seakan tauuuuu banget gimana caranya menarik hati perempuan lain. Caranya bersikap, caranya memuji, caranya menarik perhatian, bahkan caranya memegang tangan pun seakan nggak pernah salah. Ya wajar sih, namanya sudah menikah, pasti lebih tahu caranya menghadapi perempuan. Tau harus menarik perhatiannya dari sudut mana, tau caranya membuat hati perempuan luluh. Sementara, laki-laki yang lajang mungkin masih dalam tahap belajar. Laki-laki yang masih lajang, kadang bahkan dikodein aja suka nggak peka. Sedangkan laki-laki yang sudah menikah nggak usah pakai kode-kodean, dijamin tahu lah gimana cara menyenangkan hati perempuan.
3. Bisa merebut = merasa menang.
Jujur, buat yang sedang atau pernah menjadi orang ketiga, adakah perasaan seolah memenangkan sesuatu ketika berhasil menjalin suatu hubungan yang intens dengan suami atau kekasih orang lain? Namanya perasaan menang, sedikit banyak pasti membuat hati senang. Iya apa iya? Kadang, memang sih, bisa menjalin hubungan dengan laki-laki lajang, bikin hati senang juga. Setidaknya, kita masih dicintai. Tapi, bisa menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah menikah, bukan lagi perkara setidaknya kita masih dicintai, tapi kita dicintai bahkan walaupun sudah ada yang lain. Seolah, ada pertandingan semu antara selingkuhan dengan pasangan yang sah, memperebutkan laki-laki yang sudah bercincin itu, yang dimenangkan secara semu juga oleh selingkuhannya.
4. Ada ilusi "lebih dari dia".
Pacar bilang cantik: Ya iyalah wajar, aku kan pacar satu-satunya, siapa lagi yang mau dia bilang cantik.
Selingkuhan bilang cantik: Wah, ternyata, walau dia udah punya pacar/istri, aku masih dianggap lebih cantik.
Lagi-lagi, ilusi kemenangan semu.
5. Sensasi adrenalin yang sayang untuk dilewatkan.
Banyak orang ketakutan jadi selingkuhan, karena takut ketahuan. Entah ketahuan sama pasangan yang sah, atau ketahuan orang lain dan jadi bahan rumpian. Tetapi, banyak juga kok, yang menjalaninya dengan penuh semangat karena ya memang 'ketakutannya' itu yang dinikmati. Semakin adrenalinnya terpacu, semakin gencar kucing-kucingannya, katanya semakin menegangkan dan ketegangannya itu yang bikin nikmat. Aneh ya? Tapi ada kok.
6. Menghindari hubungan yang berkomitmen.
Ada juga yang memilih menjadi orang ketiga, karena belum siap berkomitmen. Harusnya, bisa saja kan, belum siap berkomitmen lalu tidak menjalin hubungan dengan siapapun? Tapi, nggak semudah itu. Nggak siap berkomitmen, bukan berarti tidak ingin berbagi hal yang biasa dibagi oleh orang yang menjalin hubungan. Bukan berarti tidak ingin merasakan kisah yang biasa dirasakan pasangan lain. Ibaratnya, alasan ini mewakili orang-orang yang ingin menjalin sebuah cerita percintaan, tanpa ada pertanggungjawaban atas komitmen tertentu. Dan yah, laki-laki yang sudah menikah dan ingin mencari 'teman' di luar sana adalah pasangan yang tepat.
7. Kepentingan ekonomi atau harta.
Ini sinetron banget. Ada yang jadi selingkuhan bukan karena ketertarikan atau perasaan, tetapi ya memang sengaja mau morotin sih. Sekarang masih ada, tapi nggak se-hype dulu. Kenapa? Ada yang bilang sih, capek kalau selingkuh cuma buat ngejar harta. Kalau mau ngejar harta, cara yang lain yang nggak perlu pakai relationship yang lama, banyak kok sekarang. Yang jelas nggak perlu takut baper.
Enggak, yang nulis ini bukan ahli perselingkuhan kok. Ini hanya menerka-nerka yang dikombinasikan dengan obrolan dari berbagai sumber aja sih.
Bukan membenarkan ya, tetapi ya memang ada banyak alasan untuk menjadi sosok orang ketiga. Ada banyak hal yang dicari dan mungkin didapat. Buat siapapun yang sedang ada di dalamnya, bukan berarti kalian harus putar balik sekarang juga. Semua butuh proses dan ada kalanya seseorang sedang berada pada proses menikmati. Tetapi yang jelas, pastikan, ketahuilah apa yang sedang dijalani.
See yah!
@deapurie
Subscribe to:
Comments (Atom)