Friday, September 8, 2017

Move On, Mau dan Tidak, Itu Saja



Namanya orang having relationship, lama-kelamaan akan terbiasa berada dalam kondisi saling support satu sama lain, saling membutuhkan, saling merindukan, bahkan bisa saja saling bergantung. Being in a relationship dan kondisi ‘saling’ ini memerlukan adanya pihak kedua. Pihak kedua ini pasti bukan diri sendiri, dan karena bukan diri sendiri, maka pihak kedua ini berpotensi untuk...

...pergi. Meninggalkan. Atau mungkin kita tinggalkan.

Periode setelah kejadian meninggalkan dan ditinggalkan ini, adalah masa-masa yang nggak mudah bagi sebagian orang. Terbiasa berbagi kehidupan satu sama lain, sekarang masing-masing harus mulai menata kehidupan baru yang nggak sama lagi.

Bahasa kerennya, move on.

Selain menyoal kondisi pasca break-up, nggak ada definisi pasti tentang move on. Jika kita menanyai, let’s say, sepuluh orang soal apa itu move on, yakinlah kita akan mendapatkan sepuluh jawaban yang berbeda.

Ada yang bilang move on itu kalau benar-benar tutup buku, tanpa pernah ada urusan lagi sedikitpun dengan mantan. Ada juga yang berpendapat kalau move on itu tetap bisa say hello dan ngobrol basa-basi sama mantan dengan santai tanpa ada drama yang tersisa. Ada juga yang belum move on kalau belum menemukan yang baru. Macam-macam.

Definisinya berbeda, perjuangannya pun berbeda. Ada yang move on dengan mudahnya. Ada pula yang move on dengan tertatih-tatih. Ada yang bilang move on itu piece of cake, ada yang bilang move on itu sulit. Yang tertatih-tatih ini, biasanya adalah yang ditinggalkan, atau terpaksa meninggalkan dengan berat hati.

Apa yang biasanya membuat tertatih-tatih?
Kenangannya yang maha dahsyat?
Perubahan yang begitu drastis?


Saya bukan pakar move on kok. Saya pernah ada di titik terbawah cuma gara-gara kesulitan move on.

Pada awalnya, hitungan puluhan jam nggak keluar kamar, nggak mandi, nggak cuci muka. Bahkan lunturan maskara sisa drama putus masih ada, saya biarkan sampai kering menghitam di sekitar mata. Saya nggak bisa berhenti memikirkan khayalan saya soal masa depan yang porak-poranda. Lebay ya? Iya, saya bisa bilang itu lebay sekarang. Pada waktu itu saya taunya pokoknya saya menderita.

Kehidupan hingga beberapa bulan setelahnya, nggak juga kunjung kembali normal. Karena apa? Hidup saya normal kalau saya kembali ke rutinitas yang sering saya jalani dengan mantan. Bisa gitu ya?

Hingga beberapa bulan setelahnya, setiap kali sedang dalam perjalanan atau sedang melintasi jalan raya, mendadak sensitif setiap kali melihat mobil merk X dengan warna Y. Langsung cek plat nomornya AB xxxx XX atau bukan. Pernah suatu ketika, platnya cocok dan memang betul itu mobil mantan. Entah kenapa penasaran, ingin tahu mantan mau ke mana. Lalu diam-diam seperti detektif, membuntuti mobil mantan yang ternyata mengarah ke tempat favorit kami dulu. Ternyata dia tidak sendiri. Berdua bersama perempuan cantik berambut pirang sepunggung.

Selanjutnya saya pulang dan menghabiskan beberapa jam berikutnya menangis sampai tertidur.

Pernah juga membuat akun BBM palsu, lalu add BBM mantan. Alasannya, saya memang tadinya nggak punya akun BBM, dan kalau add mantan pakai akun BBM atas nama saya, pasti nggak diapprove. Karena konon katanya, mantan sering update foto bersama perempuan-perempuan yang sedang dikencaninya di BBM. Dulu jaman masih pacaran pun, saya nggak tau mantan punya BBM. Jadilah BBM palsu, dengan foto profil perempuan cantik. Nggak berapa lama, diapprove sama mantan.

Selanjutnya, setiap beberapa menit sekali saya sibuk mengecek update BBM. Oh mantan lagi jalan sama perempuan yang rambutnya bob. Tahu-tahu besoknya pofile picture berubah, selfie dengan perempuan yang rambutnya dicat merah sebahu. Besoknya lagi, selfie di mobil dengan perempuan yang lain lagi. Setiap mantan update profile picture bersama perempuan lain disertai dengan status 'dinner with xxx @pepperlunch' atau 'ditemenin meeting sama yyy cantik @lalalahotel' dada saya rasanya sesak.

Selanjutnya saya sibuk men-zoom in zoom out foto tersebut, mengamati secantik apa sih si xxx atau yyy itu. Kemudian mengingat wajah mereka dan berkhayal kalau nggak sengaja ketemu salah satu dari mereka di mall, mau saya adu domba. Biar xxx tau kalau mantan juga jalan sama yyy.

Saya juga masih rutin mengecek email kantor mantan yang lupa di-sign out di laptop saya. Jadi saya tahu, tanggal 8 mantan ada meeting di hotel X, tanggal 10 ada gathering di kantor cabang, tanggal 14 pesan tiket pesawat ke Bali sama seorang perempuan yang entah perempuan mana lagi.

Pernah saya lihat agenda mantan ada pameran di mall charlie tanggal 25. Kebetulan tanggal 25 hari libur dan saya nggak ada rencana mau pergi-pergi ke manapun, maka saya sengaja jalan ke mall charlie, sendirian. Dari jauh saya lihat mantan, sedang sibuk ngobrol sama seseorang, mungkin klien. Entah kenapa saya ya memang hanya mau lihat aja, nggak lebih. Hingga akhirnya saya berhenti memata-matai, ketika seorang perempuan menghampiri mantan membawakan minuman. Oh, mungkin dia yang ke Bali sama mantan tanggal 14 kemarin. Atau bisa juga perempuan yang lain lagi.

Hingga akhirnya, saya capek sendiri.

Butuh waktu berbulan-bulan, untuk menyadari bahwa segala yang saya lakukan dan pikirkan itu sebenarnya membuat kestabilan emosi saya nggak sehat. Saya berkali-kali mengeluh susah move on, tapi setiap hari mengecek keberadaan mantan ada di mana. Sesesak apapun dada saya melihat foto mantan dengan perempuan-perempuan yang nggak sedikit, saya tetap cek update BBM mantan setiap hari.

Ketika saya mulai merasa capek, timbul pertanyaan, "Terus kenapa?"

Saya membuntuti mantan pergi dengan perempuan lain. Lalu saya tau mereka menuju tempat favorit kami dulu. Terus kenapa?
Terus kenapa kalau mereka pergi kesana?

Saya memonitor keberadaan mantan saya lewat BBM, lewat email kantor. Saya tahu persis mantan sedang di mana dan dengan siapa. Terus kenapa?
Terus kenapa kalau mantan sedang dengan zzz @hotelmelati?

Terus kenapa kalau saya tahu?
Terus apa gunanya? Apa pengaruh baiknya untuk hidup saya?
Njuk ngopo?

Yang ada, terlalu banyak tahu membuat saya pening. Membuat saya sibuk membayangkan, apakah dulu ketika mantan sedang menjalin hubungan dengan saya, mantan juga sudah kenal xxx, yyy, dan zzz? Apakah mantan juga sering update foto selfienya dengan perempuan lain ketika masih dengan saya? Apakah ketika mantan ke tempat favorit kami dengan perempuan berambut pirang sepunggung itu, mantan ingat bahwa kami sering ke sana?

Saya sibuk menerka-nerka, sibuk memikirkan, sibuk membayangkan. Sementara mantan sibuk having fun kesana dan kemari. Dengan xxx dan yyy dan entah perempuan mana lagi.


Apa untungnya buat saya?
Memuaskan rasa penasaran dan obsesi, mungkin. Tapi yang terpuaskan adalah rasa penasaran dan obsesi yang tidak sehat. Tidak berguna. Semakin terjawab rasa penasarannya, semakin banyak kelanjutan pertanyaannya dan semakin kompleks hal-hal tidak penting yang ingin saya ketahui.

Kenapa segitu terobsesinya saya?
Masih cinta? Mungkin. Tetapi yang sangat jelas dan nyata adalah saya belum ikhlas. Saya merasa terpaksa mengakhiri hubungan kami, yang mau tak mau harus diakhiri. Saya terus berjuang melupakan segala kenangan indah yang pernah ada, tetapi saya lupa berjuang untuk mengikhlaskan, demi kebaikan hidup saya selanjutnya. Di luar segala tingkah laku mantan yang membuat saya ngelus dada, memang dia tetap sosok terbaik sejauh ini yang pernah ada. Saya nggak tahu apakah itu juga faktor yang mempengaruhi hingga saya nggak bisa merasa ikhlas dengan mudah.

Sampai akhirnya saya memutuskan untuk berhenti.

Berhenti mengamati plat mobil merk X warna Y. Berhenti membuka BBM, bahkan akun palsu yang tidak berfaedah itu saya hapus. Berhenti membuka email kantor mantan, persetan dia mau ada meeting di mana atau pesan tiket ke daerah konflik sama perempuan entah siapa.

Saya terus berusaha untuk ikhlas bahwa dia bukan bagian dari hidup saya lagi. Karena bukan bagian dari hidup saya lagi, nggak ada gunanya saya memperhatikan hidup dia lagi. Nggak ada urusannya.

Sekarang, saya nggak lagi peduli mau ada mobil merk X warna Y. Bahkan kalau itu mobil mantan pun saya nggak akan mau tahu ke mana arahnya. Saya nggak lagi tahu mantan lagi di mana, dengan siapa. Saya nggak ingat lagi wajah LC karaoke yang dia ajak ke tempat makan favorit kami dulu.

Bukan seberapa indah kenangannya, bukan seberapa drastis perubahan yang dialami. Bukan seberapa dalam cinta yang masih tertinggal, bukan seberapa dahsyat perasaan yang masih tersisa.
Bukan.

Melainkan keikhlasan, untuk cerita mendatang yang lebih baik.

Melainkan niat yang kuat, untuk melepaskan diri dari belenggu yang kita buat sendiri.


Percayalah, ini hanya soal mau dan tidak.