Siapa sih, yang dimaksud dengan ibu-ibu bahagia di Instagram?
Well, siapapun bisa jadi ibu-ibu bahagia di Instagram. Walaupun, rata-rata yang biasa jadi hip mom di Instagram ya artis, publik figur, beauty influencer, atau mantu pejabat kaya raya. Hal terpenting yang merupakan keabsahan menjadi ibu-ibu bahagia di Instagram adalah rajin posting foto bayi atau anaknya yang lucu, posting foto dengan style yang tetap fashionable ditengah keriweuhannya mengurus anak, bahkan juga posting foto kulkas penuh ASI perah.
Salahkah mengumbar kebahagiaan menjadi seorang ibu muda berikut dengan tingkah polah lucu bayi atau anaknya? Tentu tidak. Social media, termasuk Instagram, sejatinya memang diciptakan untuk berbagi kebahagiaan kok. Syukur-syukur, kebahagiaannya juga bisa menginspirasi banyak orang. Lagian, lebih baik mengumbar kebahagiaan kan, daripada mengumbar kepedihan atau kata-kata galau di Instagram? *hayo siapa *lah
Yang menurutku agak mengherankan dari postingan hip mom tersebut adalah... komentar-komentarnya. Di antara komentar-komentar yang memuji kelucuan bayi atau anak sang hip mom, atau komentar-komentar yang sifatnya spamming (biasanya dari online shop), terselip komentar-komentar yang isinya:
"Sayang @maspacar lihat ini dong..."
"Mas @maspacar besok anak kita lucu kayak gini nggak ya?"
"Ih @maspacar aku mau dong satu yang kayak gini..."
"Nggak sabar nih @maspacar pengen gendong-gendong..."
atau
"@maspacar bikin yuk..."
Enggak, yang terakhir itu paling kejadiannya di private chat atau di direct message.
Pernah suatu ketika aku iseng kepoin satu-satu, iya, satu-satu, akun Instagram yang posting komentar macam itu. Iya, aku selo banget waktu itu. In the name of research juga sih *penting. Ternyata, gadis-gadis muda yang sering mention akun Instagram pacarnya di postingan bayi-bayi lucu itu rata-rata masih belia. Kebanyakan masih SMA atau anak kuliahan. Ada yang masih SMP bahkan, walau hanya hitungan jari.
Aku nggak tahu, apakah komentar yang mereka posting itu serius atau hanya lucu-lucuan semata. But I do really hope, mereka menyadari dan sungguh-sungguh paham bahwa jadi ibu nggak selalu seindah postingan ibu-ibu bahagia di Instagram.
Seorang teman yang barusan ketiban jackpot dititipi kakaknya untuk mengasuh keponakan-keponakannya selama 2 hari berkomentar "Bayi lucu itu, di mana-mana, behind the scenenya nggak lucu sama sekali...". Komentar itu meluncur ketika aku memuji betapa lucu foto keponakan-keponakannya yang diupload di akun Instagram miliknya.
I couldn't agree more. I couldn't agree more. Iya, harus banget diulang.
Bayi dan anak-anak itu manusia, bukan boneka. Bukan boneka yang setiap saat lucu menggemaskan.
Ada kala mereka rewel, ada kala mereka tantrum, ada kala mereka gumoh, ada kala mereka muntah, ada kala mereka teething (rewel karena tumbuh gigi), ada kala mereka ngompol, ada kala (entah mengapa) mendadak mereka menolak semua makanan, dan ada kala mereka membanting semua benda di sekitar mereka. Yang kekinian, ada kala mereka nangis berebut smartphone dengan orang tuanya.
Pernahkah ibu-ibu bahagia di Instagram memposting saat-saat tersebut? Jelas tidak.
Yang diposting biasanya adalah saat-saat bayi atau anak mereka sedang bertingkah menggemaskan, sedang tertidur lelap sambil tersenyum, sedang menyuarakan ocehan-ocehan lucu, sedang memakai outfit yang sama stylishnya dengan sang hip mom, sedang menelungkup di dada ayahnya yang bidang (kalau ini sih aku juga doyan matengin...ayahnya). Bahkan, sebagian dari kelucuan bayi-bayi atau anak-anak tersebut adalah hasil jepretan fotografer professional yang setia mengabadikan momen sang hip mom sejak maternity photoshoot. Namanya jepretan fotografer, sudah jelas penuh arahan dan yang diupload adalah sortiran dari sekian banyak foto.
Aku sama sekali nggak bermaksud sirik sama hip mom yang sering posting kelucuan bayi atau anaknya di Instagram. Lagi-lagi, berbagi kebahagiaan tidak ada salahnya kok. Why not?
Yang salah adalah, jika menjadikan ibu-ibu bahagia di Instagram ini sebagai satu-satunya referensi soal menjadi ibu. Salah besar. Honestly, aku pun dulu pernah tiba-tiba out of nowhere tau-tau pengen punya bayi hanya gara-gara lihat postingan seorang selebgram dan anaknya (yang pada saat difoto) terlihat menggemaskan. Tapi itu hanya berlangsung lima menit, sebelum aku dengan tanpa sengaja menyaksikan tragedi balita guling-guling di lantai sebuah department store karena nggak mau diajak pulang mamanya.
Ibu-ibu bahagia di Instagram, bukannya tidak mengalami riweuhnya menghadapi bayi yang teething, tantrum, nggak mau makan, dan lain-lain. Mereka hanya tidak mempostingnya.
Kenapa? Karena...
... konten Instagram itu penting.
Aku juga nggak akan sih, posting foto ketika alis belum tergambar paripurna. Nggak akan juga posting foto goler-goler dasteran belum mandi. Gadis belia yang mention akun pacarnya di postingan Instagram hip mom itu, juga nggak akan posting foto berdua dengan sang pacar ketika berantem. Pasti yang diposting adalah saat-saat bahagia mereka berdua.
Sama halnya dengan ibu-ibu bahagia di Instagram. Yang mereka tunjukkan di akun Instagram mereka adalah saat-saat bahagia bersama sang bayi atau anak. Padahal, menjadi seorang ibu bukan melulu soal menikmati saat-saat bahagia. Bukan berarti nggak bahagia, hanya saja ada saat-saat berjuang. Ada saat-saat rempong. Ada saat-saat sulit. Bahkan, ada saat-saat tak terkendali. Itu wajar terjadi dalam dinamika kehidupan seorang ibu, tapi ibu-ibu bahagia di Instagram memang tak menunjukkannya.
Aku hanya tidak bisa membayangkan, jika postingan ibu-ibu bahagia di Instagram dijadikan satu-satunya referensi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang ibu, akan ada berapa ibu muda yang shock karena yang terjadi ternyata tak seindah konten akun Instagram ibu-ibu bahagia tadi? Akan ada berapa ibu-ibu muda yang menyesal karena belum menyiapkan mental mereka untuk saat-saat tersulit dalam menjalani kehidupan sebagai seorang ibu?
Belum lagi menerima kenyataan bahwa anak tak akan selamanya menjadi bayi kecil yang lucu. Cukup terkejut, ketika seorang teman berkata "Ya lucu aja, ada anak yang bisa aku dandanin sesuai mauku, bisa aku pakaiin baju yang lucu-lucu..." ketika ditanya mengenai alasannya soal memiliki anak. Bagaimana jika anak itu suatu ketika tumbuh menjadi anak yang punya pandangan berbeda dengan sang ibu? Yang mendadak bisa menolak keinginan sang ibu? Siapkah ibunya?
Oke, mungkin terlalu jauh. But for me, menjadi ibu bukanlah hanya menyiapkan diri untuk menikmati masa-masa bahagia bersama anak atau bayi. Tidak berhenti pada urusan menimang-nimang bayi lucu. Tidak berujung pada tercapainya keinginan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan ibu-ibu bahagia di Instagram, memposting foto anak yang sedang lucu-lucunya. Menjadi ibu adalah komitmen maha penting seumur hidup. Tanggung jawab maha serius dengan segala konsekuensinya. Bukan hanya saat anak masih berwujud bayi lucu, tapi juga saat anak sudah menjadi ABG pembangkang, seorang ibu tetaplah ibu mereka.
Bukan bermaksud menakuti. Tapi, realitanya, memang menjadi ibu tak melulu seindah konten ibu-ibu bahagia di Instagram. Trust me.
Jadi, teruntuk @maspacar - @maspacar di luar sana yang kebanjiran mention dari pacarnya di postingan bayi-bayi lucu, santai saja. If you're not ready yet, or if you think that it's uncomfortable, just ignore her. Tapi jangan bilang kalau aku yang suruh. Oke? Oce?
@deapurie
Bayi dan anak-anak itu manusia, bukan boneka. Bukan boneka yang setiap saat lucu menggemaskan.
Ada kala mereka rewel, ada kala mereka tantrum, ada kala mereka gumoh, ada kala mereka muntah, ada kala mereka teething (rewel karena tumbuh gigi), ada kala mereka ngompol, ada kala (entah mengapa) mendadak mereka menolak semua makanan, dan ada kala mereka membanting semua benda di sekitar mereka. Yang kekinian, ada kala mereka nangis berebut smartphone dengan orang tuanya.
Pernahkah ibu-ibu bahagia di Instagram memposting saat-saat tersebut? Jelas tidak.
Yang diposting biasanya adalah saat-saat bayi atau anak mereka sedang bertingkah menggemaskan, sedang tertidur lelap sambil tersenyum, sedang menyuarakan ocehan-ocehan lucu, sedang memakai outfit yang sama stylishnya dengan sang hip mom, sedang menelungkup di dada ayahnya yang bidang (kalau ini sih aku juga doyan matengin...ayahnya). Bahkan, sebagian dari kelucuan bayi-bayi atau anak-anak tersebut adalah hasil jepretan fotografer professional yang setia mengabadikan momen sang hip mom sejak maternity photoshoot. Namanya jepretan fotografer, sudah jelas penuh arahan dan yang diupload adalah sortiran dari sekian banyak foto.
Aku sama sekali nggak bermaksud sirik sama hip mom yang sering posting kelucuan bayi atau anaknya di Instagram. Lagi-lagi, berbagi kebahagiaan tidak ada salahnya kok. Why not?
Yang salah adalah, jika menjadikan ibu-ibu bahagia di Instagram ini sebagai satu-satunya referensi soal menjadi ibu. Salah besar. Honestly, aku pun dulu pernah tiba-tiba out of nowhere tau-tau pengen punya bayi hanya gara-gara lihat postingan seorang selebgram dan anaknya (yang pada saat difoto) terlihat menggemaskan. Tapi itu hanya berlangsung lima menit, sebelum aku dengan tanpa sengaja menyaksikan tragedi balita guling-guling di lantai sebuah department store karena nggak mau diajak pulang mamanya.
Ibu-ibu bahagia di Instagram, bukannya tidak mengalami riweuhnya menghadapi bayi yang teething, tantrum, nggak mau makan, dan lain-lain. Mereka hanya tidak mempostingnya.
Kenapa? Karena...
... konten Instagram itu penting.
Aku juga nggak akan sih, posting foto ketika alis belum tergambar paripurna. Nggak akan juga posting foto goler-goler dasteran belum mandi. Gadis belia yang mention akun pacarnya di postingan Instagram hip mom itu, juga nggak akan posting foto berdua dengan sang pacar ketika berantem. Pasti yang diposting adalah saat-saat bahagia mereka berdua.
Sama halnya dengan ibu-ibu bahagia di Instagram. Yang mereka tunjukkan di akun Instagram mereka adalah saat-saat bahagia bersama sang bayi atau anak. Padahal, menjadi seorang ibu bukan melulu soal menikmati saat-saat bahagia. Bukan berarti nggak bahagia, hanya saja ada saat-saat berjuang. Ada saat-saat rempong. Ada saat-saat sulit. Bahkan, ada saat-saat tak terkendali. Itu wajar terjadi dalam dinamika kehidupan seorang ibu, tapi ibu-ibu bahagia di Instagram memang tak menunjukkannya.
Aku hanya tidak bisa membayangkan, jika postingan ibu-ibu bahagia di Instagram dijadikan satu-satunya referensi dalam menjalani kehidupan sebagai seorang ibu, akan ada berapa ibu muda yang shock karena yang terjadi ternyata tak seindah konten akun Instagram ibu-ibu bahagia tadi? Akan ada berapa ibu-ibu muda yang menyesal karena belum menyiapkan mental mereka untuk saat-saat tersulit dalam menjalani kehidupan sebagai seorang ibu?
Belum lagi menerima kenyataan bahwa anak tak akan selamanya menjadi bayi kecil yang lucu. Cukup terkejut, ketika seorang teman berkata "Ya lucu aja, ada anak yang bisa aku dandanin sesuai mauku, bisa aku pakaiin baju yang lucu-lucu..." ketika ditanya mengenai alasannya soal memiliki anak. Bagaimana jika anak itu suatu ketika tumbuh menjadi anak yang punya pandangan berbeda dengan sang ibu? Yang mendadak bisa menolak keinginan sang ibu? Siapkah ibunya?
Oke, mungkin terlalu jauh. But for me, menjadi ibu bukanlah hanya menyiapkan diri untuk menikmati masa-masa bahagia bersama anak atau bayi. Tidak berhenti pada urusan menimang-nimang bayi lucu. Tidak berujung pada tercapainya keinginan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan ibu-ibu bahagia di Instagram, memposting foto anak yang sedang lucu-lucunya. Menjadi ibu adalah komitmen maha penting seumur hidup. Tanggung jawab maha serius dengan segala konsekuensinya. Bukan hanya saat anak masih berwujud bayi lucu, tapi juga saat anak sudah menjadi ABG pembangkang, seorang ibu tetaplah ibu mereka.
Bukan bermaksud menakuti. Tapi, realitanya, memang menjadi ibu tak melulu seindah konten ibu-ibu bahagia di Instagram. Trust me.
Jadi, teruntuk @maspacar - @maspacar di luar sana yang kebanjiran mention dari pacarnya di postingan bayi-bayi lucu, santai saja. If you're not ready yet, or if you think that it's uncomfortable, just ignore her. Tapi jangan bilang kalau aku yang suruh. Oke? Oce?
@deapurie